Selasa, 01 Juni 2010
INVESTOR ROKOK
Hem .. jika Anda seorang perokok .. jika anda tidak pernah membaca riwayat merokok biasa ditemukan Anda mengisap .. jika Anda tidak sampai di neh membaca .. sehingga Anda tidak merasa akrab dengan sejarah benda-benda yang telah bertengger di bibir kami hampir setiap saat itu, seperti yang kita tahu merokok di mana terdapat dua jenis rokok filter dan rokok ..
rokok sendiri masih anonim, dimana tidak ada arti khusus, tetapi kebanyakan orang menganggap bahwa rokok kretek yang menggunakan tembakau asli yang dikeringkan, dikombinasikan dengan cengkeh sehingga ketika dihirup kretek2 suara suara, yang membuat simbol kenikmatan pecinta rokok. Tidak seperti penggunaan tembakau rokok, tidak ada suara dan baunya agak terlalu keras. Orang-orang sudah memiliki pendapat mereka sendiri. Jenis Rokok Cerutu adalah simbol yang luar biasa, semua alami tanpa campuran, dan pengerjaan tidak bisa menggunakan mesin. Masih manual tangan pengrajin's. Disinilah letak kepuasan tersendiri. Untuk komentar lebih lanjut tentang perkretekan sejarah di Indonesia dimulai dengan kota suci.
Sejarah dimulai pada cengkeh Kudus. Menjadi barang dagangan yang paling menarik di tangan pengusaha buta huruf. Sayangnya asal usulnya masih gelap.
Kisah cengkeh berasal dari kota Kudus. Tidak ada detail yang akurat tentang asal usul rokok kretek. menurut kisah hidup di antara pekerja pabrik rokok, riwayat cengkeh berasal dari penemuan Haji Djamari pada kurun waktu sekitar 1870-1880's. Awalnya, penduduk asli kudus ini nyeri di dada. Dia kemudian dioleskan minyak cengkeh. Rasa sakit mereda. Djamari kemudian bereksperimen merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok.
Pada waktu itu rokok rolling memiliki kebiasaan laki-laki. Djamari untuk memodifikasi campuran cengkeh. Setelah merokok secara teratur kreasi. Djamari merasa sakitnya hilang. Ia berkhotbah kepada kerabat dekat penemuan ini. Berita ini menyebar dengan cepat. Permintaan "rokok obat" adalah aliran apapun.
Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkeh. Karena ketika dihirup, cengkeh terbakar mengeluarkan bunyi "kemeretek", maka rokok temuan Djamari ini dikenal sebagai "Rokok." Awalnya, cengkeh yang dibungkus dalam "Klobot" atau daun jagung kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10, tanpa selubung kemasan sama sekali.
Menjadi dikenal sebagai rokok kretek. Namun tidak demikian dengan penemu Djamari diketahui meninggal pada tahun 1890. Siapa dia dan asal-usulnya masih redup. Hanya temuan yang terus berkembang. Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari barang dagangan memikat di tangan Nitisemito, rokok di pelopor industri Kudus.
usaha Nitisemito dimulai oleh rokok di bisnisnya pada 1906 dan secara resmi terdaftar pada tahun 1908 dengan nama merek "Tjap Bal Tiga". langkah Nitisemito yang dapat dikatakan tonggak penting dalam pertumbuhan industri rokok kretek Indonesia.
Beberapa babad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah sejak lama. Bahkan sebelun Haji Djamari dan Nitisemito merintisnya. Roro Mendut dicatat dalam Kisah Rasul, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah satu panglima perang kepercayaan Sultan Agung menjual rokok Klobot '"(rokok kretek dengan bungkus daun jangung kering) yang disukai pembeli, terutama laki-laki karena rokok terpaku dengan meludah.
Awal usaha Kretek
Nitisemito sendiri buta huruf, lahir dari rahim Ibu Markanah di sebuah desa kecil dengan nama Janggalan Rusdi. Ayahnya, Haji Sulaiman adalah kepala desa janggalan. Pada usia 17 tahun ia mengubah namanya menjadi Nitisemito. Pada usia ini, ia mencoba untuk menghentikan mereka ke Malang, Jawa Timur untuk bekerja sebagai buruh jahit pakaian. Usaha ini berkembang sehingga ia bisa menjadi pengusaha garmen. Tetapi beberapa tahun kemudian usaha ini kandas karena hutang yang timbul. Nitisemito pulang dan memulai usaha membuat minyak kelapa, namun gagal untuk berdagang kerbau. Dia kemudian bekerja sebagai trade manggung kusir tembakau. Saat itulah ia berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang tembakau di Klobot Kudus.
Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan nginang pada sekitar tahun 1870.
Di kios, yang telah menjadi toko kain di Jalan Sunan Kudus Fahrida, mbok rokok nasilah menyajikan temuannya kepada kusir yang sering mengunjungi warungnya. Nginang kebiasaan yang menyebabkan sering si kusir warung Mbok Nasilah kotor, sehingga dengan rokok ini, ia mencoba untuk kios tidak kotor.
Pada awalnya ia mencoba mengeluarkan rokok. Salah satunya dengan menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus dalam daun jagung Klobot atau kering dan diikat dengan tali. Rokok ini disukai oleh driver buggy dan pedagang keliling. Salah satu fans adalah Nitisemito yang kemudian menjadi kusir.
Nitisemito kemudian menikah Nasilah bisnis rokok kreteknya dan mengembangkan perdagangan utama. Usaha ini berkembang. Nitisemito label rokok "Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo" (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa hoki malah menjadi bahan tertawaan. Kemudian ganti dengan lingkaran Tjap Tiga Nitisemito. Karena menggambar bola-bola seperti di kemasan, merek ini sering disebut Bales Tiga. julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito (Tjap Bal Tiga HM Nitisemito).
Tiga bal resmi didirikan pada tahun 1914 di Desa Jati, Kudus. Setelah 10 tahun beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar di enam hektar tanah di Desa jati. Pada saat itu, Ghost telah membentuk 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem). Di antara pabrik-pabrik besar yang milik M. Atmowidjojo (merek gunung Kedoe), HM Muslich (merek Delima), H. Ali Asikin (merek r), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis & Manggis) .
Sejarah mencatat Nitisemito mampu mengomandani 10 000 pekerja dan memproduksi 10 juta batang rokok per hari pada tahun 1938. Kemudian untuk mengembangkan usahanya, ia menyewa pembukuan Belanda. Pasar produk mereka secara luas, termasuk kota-kota Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, bahkan ke Belanda itu sendiri. Dia adalah pasar produk kreatif, misalnya dengan menyewa pesawat Fokker 200 gulden untuk saat ini untuk mempromosikan rokok ke Bandung dan Jakarta
Runtuhnya rokok kretek dan munculnya Bal Tiga Pesaing
Hampir semua pabrik sekarang telah ditutup. Bal tiga ambruk karena perselisihan di antara ahli waris. Munculnya perusahaan rokok lain seperti Nojorono (1940), Djamboe Bol (1937), Djarum (1950), dan Sukun, pasar lebih mempersempit Bal Tiga ditambah dengan pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1942 di Pasifik, masuknya Jepang pasukan, juga akan memperburuk usaha Nitisemito. Banyak aset perusahaan disita. Pada 1955, cengkeh sisa kerajaan Nitisemito akhirnya dibagi rata pada ahli warisnya.
Runtuhnya pasar juga disebut Bales Tiga menyerukan pembentukan rokok Minak Djinggo pada tahun 1930. Pemilik rokok ini, Kho Djie Siong, adalah mantan agen Bal Tiga di Pati, Jawa Tengah. Sementara masih bekerja pada Nitisemito, Kho Djie Siong banyak menarik informasi rahasia campuran dan strategi perdagangan Bal Tiga dari M. Karmaen, teman-teman sekolah di Semarang juga HIS putri Nitisemito.
Pada tahun 1932, Minak Djinggo, yang penjualannya ditembak cepat memindahkan markas besarnya ke Sanctuary. untuk memperluas pasar, Kho Djie Siong meluncurkan produk baru, Nojorono. Setelah Minak Djinggo, muncul beberapa perusahaan rokok lain yang bertahan sampai sekarang seperti rokok Djamboe Bol Teman HA Ma'roef, rokok M. 'Sukun Wartono dan Djarum yang didirikan Oei Wie Gwan.
Perusahaan rokok kretek Djarum didirikan pada 25 Agustus 1950 dengan 10 pekerja. Oei Wie Gwan, mantan agen rokok Minak Djinggo di Jakarta, memulai usahanya dengan memasok rokok untuk Departemen Angkatan Darat mudi. Pada tahun 1955, Djarum mulai memperluas produksi dan pemasaran. Produksi yang lebih besar setelah menggunakan mesin pelinting dan pengolahan tembakau pada tahun 1967.
Pada era keemasan dan akhir Minak Djinggo Bal Tiga hari gelap, aroma cengkeh usaha menyebar ke bagian luar Kudus. Banyak master dan agen rokok bermunculan. Di Magelang, Solo dan Yogyakarta, kebanyakan produsen membuat rokok kretek officinale jenis pilek. Oplosan ini bentuk rokok tembakau, cengkeh, dan kemenyan.
Cengkeh perkembangan industri di daerah-daerah di Jawa
Kretek merambah ke Jawa Barat. Di daerah ini, pasar dirintis di hadapan kawung merokok rokok kretek, yaitu cengkeh yang dibungkus daun kelapa. Pertama kali muncul di Bandung pada tahun 1905, dan kemudian diteruskan ke Garut dan Tasikmalaya. Jenis rokok meredup ketika kretek Kudus menyusup melalui Majalengka tahun 1930-an, meskipun produsen rokok telah muncul di Ciledug Wetan kawung.
Sementara itu, di Jawa Timur, industri rokok dimulai dari rumah tangga pada tahun 1910, dikenal sebagai PT. HM Sampoerna. Tonggak penting dalam pengembangan cengkeh dimulai ketika pabrik-pabrik besar menggunakan mesin pelinting. Tercatat PT. Bentoel di Malang didirikan pada tahun 1931 yang pertama kali menempatkan mesin pada tahun 1968, mampu menghasilkan 6000 rokok per menit. PT. Gudang Garam, Kediri dan PT HM Sampoerna tidak mau ketinggalan, begitu juga dengan PT Djarum, Djamboe Bol, Nojorono dan Sukun di Kudus.
Sekarang ada empat kota besar yang membentang industri cengkeh di Indonesia, Kudus, Kediri, Surabaya dan Malang. Industri rokok di kota ini baik profil tinggi dan pangsa pasar kelas gurem masing-masing. Semua pabrik rokok terutapa besar telah mendaftarkan sejarahnya sendiri. Begitu juga Djamari Pilgrim, penemu cengkeh tersebut. Tetapi sejarah penemu cengkeh masih belum jelas. Dan kisah hidupnya hanya di kalangan pekerja pabrik rokok dekrtahui di Kudus.